Jumat, 13 November 2009

KAPAN FAKULTAS ILMU HUKUM UNIMA DIDIRIKAN???

Sejarah Singkat UNIMA

Universitas Negeri Manado (UNIMA) sebelumnya adalah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) satu diantara 4(empat) PTPG yang didirikan di Indonesia yaitu PTPG Batusangkar, PTPG Malang, PTPG Bandung, dan PTPG Tondano, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2450/KB/1955 tanggal 22 September 1955.
Pada tahun 2025, Universitas Negeri Manado akan menjadi sebuah Perguruan Tinggi yang mapan dengan program Sarjana yang diakui secara Internasional, program pendidikan guru yang mantap, program Pasca Sarjana yang kuat dalam bidang-bidang pilihan, dan sebuah pusat penelitian dan pengembagan, yang diharapkan memainkan pernanan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan karya kreatif lainnya, dan dalam penyiapan ilmuan yang matang.

Unima awal berdiri bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) - satu dari empat PTPG yang didirikan pertama di Indonesia yaitu PTPG Batusangkar (Sumatera Utara), PTPG Malang (Jawa Timur), PTPG Bandung (Jawa Barat), PTPG Tondano (Sulawesi Utara), berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2450/KB/1955 tanggal 22 September 1955.

PTPG Tondano kemudian mengalami berbagai perubahan. Mula-mula menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, lalu berubah menjadi FKIP Unhas Tondano di Manado, FKIP Universitas Sulawesi Utara dan Tengah (Unsulutteng), IKIP Yogyakarta Cabang Manado dan terakhir menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Manado yang berdiri sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 38 tanggal 8 Maret 1965 juncto Keppres Nomor 275 Tahun 1965 tanggal 14 September 1965.

Pada 13 September 2000, IKIP Manado dikonversi menjadi Universitas Negeri Manado berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 2000 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Yahya Muhaimin pada tanggal 14 Oktober 2000.
Periode ini UNIMA dipimpin oleh Prof Dr Ph EA Tuerah MSi DEA sebagai Rektor uNIMA Periode 2008-2013.
Saat ini UNIMA mempunyai salah satu Program Studi Andalan yakni program studi Ilmu Hukum. Walaupun masih seumur jagung tapi Prodi Ilmu Hukum UNIMA sudah dikenal dan di akui oleh Universitas lain karena keunggulannya dalam debat ilmiah antar Fakultas Hukum Se Sulawesi Utara yang sudah Lima kali berturut-turut memenangkan Lomba Debat Ilmiah. Dan pernah mengikuti mood court di Jakarta dengan mendapatkan PEringkat ke-15 seIndonesia.
Namun hal ini belum membuat Mahasiswa dan dosen yang ada di Prodi Ilmu Hukum UNIMA merasa puas, sebab sampai saat ini Prodi Ilmu Hukum UNIMA belum menjadi Fakultas. Padahal saat ini dalam mencari pekerjaan yang selalu di minta adalah Akreditasi Fakultas Hukum. Kapankah Keinginan Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum agar Prodi Ilmu Hukum menjadi Fakultas dapat segera terealisasi???

SEBERAPA PENTINGNYA PELAYANAN KHUSUS DALAM GMIM (Gereja Masehi Injili Minahasa) ??

Setiap Dominasi Gereja Pasti mempunyai Pelayan Khusus (PELSUS). di Kalangan GMIM Pelayan Khusus bertugas membantu tugas pelayanan para Pendeta yang ada di Jemaat dimana mereka di tugaskan untuk melayani jemaat tersebut. Pelayan Khusus terdiri dari Penatua dan Syamas yang berasal dan di pilih oleh masing-masing anggota Jemaat yang ada di Tiap kolom. Akhir-akhir ini Jabatan Pelayan Khusus menjadi sorotan anggota Jemaat dimana Jabatan itu seolah-olah di anggap oleh sebagian jemaat sebagai Jabatan untuk mendapatkan Repotasi atau popularitas tapi ada juga oleh sebagian jemaat memandang bahwa Jabatan Pelayan Khusus adalah Predikat yang di percayakan kepada seseorang yang betul-betul di percayakan oleh jemaat untuk melakukan pekerjaan Pelayanan untuk melayani Tuhan. Namun ada pemikiran-pemikiran dari sebagian Jemaat yang terjebak dalam pemikiran yang keliru dimana mereka menyalahartikan Jabatan Pelayan Khusus sebagai jabatan yang seakan-akan mempunyai kekuasaan yang besar untuk dapat memerintah Jemaat yang di pimpinnya sehingga hal itu cenderung membawa perpecahan dan perselisihan bagi anggota jemaat akibat memperebutkan Jabatan Pelayanan Khusus. Hal inilah sementara dan sedang terjadi dan dialami oleh warga GMIM pasca pemilihan Pelayanan Khusus pada bulan Oktober 2009. Ada yang merasa senang karena terpilih sebagai pelayan khusus tapi juga ada yang merasa kecewa sebab tidak terpilih atau sudah tidak terpilih lagi menjadi Pelayan Khusus di Jemaatnnya. Imbasnya adalah yang tidak terpilih karena rasa kecewanya ada yang menjadi provokasi terhadap pesaingnya, mengungkit-ungkit segala hal yang buruk yang pernah terjadi dan dimiliki para pesaingnya,lebih parah lagi ada yang pindah Gereja. Hal ini karena ambisi yang besar untuk menjadi pelayanan khusus selain itu dalam persiapan pemilihan pelayan khusus sang calon sudah membagi-bagikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada jemaat agar memilihnya menjadi pelayan khusus. Disisi lain ada juga yang walaupun tidak terpilih atau sudah tidak terpilih lagi menjadi Pelayan Khusus tetap merasa Sukacita dan tak mempermasalahkan hal itu. Sedangkan yang Terpilih sebagai Pelayan Khusus juga ada yang merasa gembira dan senang sebab sudah di percayakan oleh Jemaat Namun tapi ada juga yang mengejek orang lain yang menjadi rivalnya dalam pemilihan PELSUS akibat tidak terpilih.
Persoalan yang terjadi adalah ketika sudah terpilih namun di nyatakan tidak sah oleh beberapa jemaat karena tidak sesuai dengan aturan Tata Gereja GMIM kemudian di lakukan pemilihan ulang, apa yang akan terjadi jika mereka yang terpilih itu sudah tidak terpilih lagi pada pemilihan ulang?? Ada yang merasa malu dan sakit hati karena merasa telah dilecehkan dan pada akhirnya menyalahkan gereja lalu kemudian berpindah aliran gereja tapi ada juga yang legowo sebab berpikir bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah rencana Tuhan. Dengan demikian apalah artinya Pemilihan Pelayan khusus jika hal ini dapat membawa dampak negative bagi Jemaat yang dapat membuat perpecahan, perang dingin urat saraf, perselisihan antar jemaat, perselisihan antar keluarga, pertikaian antar jemaat, saling mempertahankan pendapat sehingga membuat jemaat tidak ada lagi kedamaian karena yang ada hanyalah saling menyalahkan sebab merasa dirinya paling benar, saling mengungkit kekurangan-kekurangan yang ada pada orang lain padahal selumbar di mata sendiri tidak dapat dilihat. Pada akhirnya dengan terjadinya masalah ini Gerejalah yang di persalahkan. Padahal ini hanya di lakukan oleh segelintir orang yang haus kekuasaan dan popularitas dalam jemaat itu sendiri. Mengapa harus mempersalahkan Gereja? bukankah kita beribadah bukan kepada manusia? Dan Bukankah Jabatan Pelayan Khusus tidak di gunakan untuk kemuliaan nama kita melainkan Nama Tuhan? Apa pentingnya lagi jabatan Pelayan Khusus jika sudah di nodai dengan hal-hal yang kotor? Apakah kita ingin seperti Raja Saul yang walaupun sudah di urapi oleh Nabi Samuel tapi tidak di Restui oleh Tuhan Allah?? Kerendahan hatilah yang dibutuhkan sebab pelayan khusus ini adalah Pekerjaan Pelayanan kepada Allah bukan kepada manusia. “Rendahkanlah dirimu dihadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu. (Yakobus 4:10)”.
“Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. (Yakobus 4:6b)”
Jika kita merasa kalah dan sakit hati karena tidak terpilih menjadi pelayan khusus itu karena kita terlalu ambisi dan menyanjung kekuasaan dan popularitas bukan karena keinginan kita yang tulus untuk melayani Tuhan. Jangan biarkan Hawa nafsu dan iri hati menguasai kita sebab itulah yang medatangkan sengketa dan pertengkaran. Tapi nyatakan segala sesuatu yang kita alami dalam Doa dan ucapan syukur.
”Darimanakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?Kamu mengingini sesuatu tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; sakit hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan berkelahi. Kamu tidak nmemperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. (Yakobus 4:1-3)”
Apapun yang terjadi dalam hidup kita belajarlah untuk menerima semua itu dengan hati yang tulus. Tetaplah giat dalam pekerjaan Tuhan walaupun mungkin kita tidak lagi terpilih sebagai Pelayan Khusus, sebab segala sesuatu datang hanya oleh Dia, dari Dia dan bagi Dia. Terpujilah nama Tuhan!
Maka Jabatan Pelayan Khusus akan menjadi sangat Penting dan Bermakna jika kita melakukan semua itu hanya untuk Tuhan bukan untuk Manusia.
“Apapun yang engkau perbuat, perbuatlah semua itu dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk Manusia. (Kolose 3:23)”
Dan bagi yang terpilih lakukanlah pekerjaan Tuhan dengan segenap hati dan tanggungjawab Iman kepada Yesus Kristus.
“Karena itu saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!Sebab kamu tahu, dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak akan sia-sia. (1 Korintus 15:58)”

Sabtu, 07 November 2009

“CICAK VS BUAYA” = KRISIS LEGITIMASI


Indonesia adalah Negara Hukum sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dengan berdasarkan Pacansila. Pada prinsipnya Hukum harus di tegakkan di semua wilayah Indonesia termasuk di dalam institusi Pemerintahan bahkan untuk semua kalangan. Awal Pemerintahan periode yang baru dalam Kabinet Indonesia bersatu jilid II Tahun 2009, Dunia Hukum di Indonesia mengalami goncangan yang sangat memalukan dengan terjadinya Kekisruan di tubuh institusi Negara antara Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca di tahannya dua pimpinan KPK Non Aktif Chandra Hamzah Bibit Samad Rianto yang keduanya menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Berawal dari testimoni yang di keluarkan oleh Ketua KPK Non Aktif Antazari Azhar kemudian berimbas pada Kasus yang menyeret kedua mantan pimpinan KPK itu ke MABES POLRI yang masih belum jelas apa yang di tuduhkan kepada mereka (Bibit dan Chandra) sebab POLRI sendiri pun awalnya menjadikan Bibit dan Chandra sebagai tersangka kasus pemerasan kemudian berubah menjadi kasus penyalahgunaan wewenang yang kemudian membuat berang POLRI akibat pernyataan dan opini dari kedua tersangka dalam beberapa jumpa pers dan oleh Kepolisian hal itu di anggap sebagai penggiringan opini public yang menyudutkan POLRI sampai muncullah istilah “Cicak” (KPK) dan “Buaya” (POLRI) yang di ungkapkan oleh KABARESKRIM POLRI Susno Duadji yang saat ini telah di Non Aktifkan. Bahkan ada pernyataan-peryataan dari beberapa pengamat hukum bahwa hal ini disebabkan oleh factor kecemburuan kekuasaan.

Masalah yang terjadi akibat dari Kekisruan antara dua lembaga Negara ini, adalah citra dari Lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia termasuk Kejakasaan dan Pengadilan di pertaruhkan sebab melihat gejolak yang terjadi pada masyarakat yang sudah membuat kubu-kubuan baik dari pihak KPK maupun pihak POLRI yang oleh masing-masing pihak mengklaim kubunya yang paling benar. Sebab kedua-duanya merasa mempunyai kekuatan Hukum dimana KPK memiliki dasar hukum yang jelas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya seperti di atur dalam Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi demikian juga halya dengan Kepolisian yang sesuai dengan KUHAP mempunyai wewenang sebagai Penyidik Namun hal itu dibantah oleh Pihak Kepolisian yang mempersoalkan penafsiran kalimat yang ada pada Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 yang bunyinya:

Pimpinan Komisi Peberantasan Korupsi bekerja secara kolektif

Yang di maksud oleh Kepolisian seperti yang di ungkapkan oleh KAPOLRI Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri pada konfrensi Pers di Mabes Polri bahwa Pimpinan KPK harus bekerja bersama-sama artinya dari lima Pimpinan KPK tidak boleh mengambil keputusan secara tidak bersama-sama.Persoalan lain yang terjadi juga adalah ketika POLRI menahan kedua tersangka Pimpinan KPK Non Aktif Bibit dan Chandra dimana menurut pihak yang menamakan diri pro KPK menganggap hal itu terlalu mengada-ada.

Dari segi perpekstif Hukum menurut saya kedua Lembaga Negara ini sama mempunyai dasar hukum yang jelas. Sebab disatu sisi Kepolisian sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan amanat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 21 ayat (1) dimana Polisi punya Wewenang untuk menahan seorang yang sudah dijadikan tersangka namun disis lain juga penahanan kepada kedua tersangka cenderung bersifat “abu-abu” artinya tidak jelas sebab sangkaan yang di tujuhkan kepada kedua tersangka masih belum pasti apakah pemerasan atau penyalahgunaan wewenang?? Kemudian Penafsiran POLRI tentang kalimat dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menurut saya itu keliru, sebab bekerja bersama-sama bukan berarti dalam pengambilan keputusan juga harus bersama-sama, sebab jika penafsiran seperti yang di utaran oleh Kapolri JEnderal Pol Bambang Hendarso Danuri di benarkan maka semua Pimpinan KPK mulai dari periode perta sejak KPK di bentuk harus di tahan sebab mereka pun melakukan hal seperti yang di lakukan oleh Pimpinan KPK dalam hal ini Chandra dan Bibit. Persoalan ini harus segera di atasi baik oleh kedua lembaga ini sendiri sambil berkoordinasi dengan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara demi stabilitas Penegakan Hukum dan stabilitas keamanan di Negara ini .Namun apapun yang terjadi, dasar untuk penyelesaian segala perkara yang terjadi di Negara ini adalah Hukum sebab Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara Rimba yang berasaskan homo homini lupus (manusia menjadi serigala terhadap manusia lain). Jangan sampai masalah ini menjadi bumerang bagi masyarakat Indonesia yang mengarah kepada ketidakpercayaan masyarakat bagi lembaga penegak hukum sehingga dapat membawa krisis kepercayaan atas legitimasi Lembaga Penegak hukum dan Para Penegak Hukum itu sendiri oleh masyarakat Indonesia.

Oleh Hanry Liunsanda (Mahasiswa Program Study Ilmu Hukum Unima Angkatan 2006)